BOLAGILA – Keberhasilan Indonesia mencapai posisi tiga besar dalam SEA Games 2021 Vietnam mendapatkan apresiasi banyak kalangan. Meski demikian, penghargaan dan perhatian pemerintah kepada atlet diminta tidak sekadar lips service semata.
Lifter putri Indonesia Nurul Akmal, misalnya, mengaku tidak mendapatkan apresiasi semestinya dari pemerintah daerah meski mencetak prestasi. Atlet berusia 29 tahun itu meraih medali emas angkat besi nomor +87 kg putri pada PON XX Papua 2021. Selain itu, ia juga meraih medali perak kelas +71 SEA Games 2021 Vietnam dan urutan kelima Olimpiade Tonyo 2020 kelas +87 kg.
Kisah tragis juga dialami Junita Malau. Peraih medali emas wushu di SEA Games 2021 itu harus membanting tulang sebagai buruh tani ketika tidak ada event pertandingan.
“Menjadi bukti jika perhatian kita kepada atlet masih sebatas lips service,” kata Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda di Jakarta, Kamis (26/5/2022).
Huda mengatakan persoalan penghargaan kepada atlet berprestasi menjadi masalah yang tidak kunjung tuntas dari tahun ke tahun. Para atlet biasanya hanya akan mendapatkan perhatian luar biasa saat meraih prestasi.Sedangkan saat kariernya mulai redup, maka perhatian kepada mereka akan hilang begitu saja.
“Maka banyak kasus saat atlet di masa tua mereka hidup seadanya. Bahkan, ada beberapa kasus mereka harus bekerja kasar meskipun di saat jaya mereka atlet penyumbang emas SEA Games, Asian Games, atau bahkan olimpiade,” ujar politisi yang memiliki lingkup lingkup tugas di bidang pendidikan, olahraga, dan sejarah.
Kasus Nurul Akmal dan Junita Malau, kata Huda, semakin menegaskan jika pola perhatian pemerintah kepada atlet berprestasi masih belum banyak berubah. “Janii pemerintah daerah untuk memprioritas Junita sebagai ASN juga tidak kunjung terealisasi. Pun juga Nurul Akmal tetap menanti janji untuk diangkat sebagai ASN karena saat ini masih menjadi tenaga honorer di lingkungan Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Aceh,” ujarnya.
Huda menilai saat ini memang sudah ada Undang-undang Keolahragaan yang menjamin hak-hak dasar atlet seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Meski demikian, harus dipastikan jika mereka juga mempunyai sumber penghasilan memadai baik dari sektor usaha maupun sektor lainnya.
“Maka di sini menjadi pekerjaan rumah bersama baik dari Kemenpora, Pengurus Besar Cabang Olahraga, pemerintah daerah, BUMN, hingga swasta untuk memastikan jika para atlet yang berjasa kepada negara bisa mempunyai hidup layak,” paparnya.
Syaiful Huda menegaskan banyak skema yang bisa dilakukan agar atlet berprestasi mendapat kesejahteraan yang layak. Bisa dengan mendampingi mereka dalam melakukan usaha hingga mengangkat mereka menjadi aparatur sipil negara.
“Jika ada pendampingan, maka para atlet ini saat menerima penghargaan jangka pendek seperti bonus, uang hadiah. atau lainnya bisa mengelolanya untuk modal hidup mereka saat mereka pensiun dari dunia olahraga,” ujar politisi PKB itu.
“Memang terkesan rumit, tetapi buka berarti hal itu tidak bisa dilakukan jika memang ada inisiasi kuat dari pemerintah,” pungkas Huda.